Kisah sisifus manusia yang menipu dewa, merupakan sebuah legenda kuno yang berasal dari mitologi Yunani. Sisifus ini sendiri merupakan seorang raja yang dikenal licik dan suka menipu. Bahkan dia berhasil mengelabui beberapa dewa seperti Hades dan Thanatos (dewa kematian).
Hingga akhirnya ia dihukum oleh dewa Zeus untuk mendorong sebuah batu besar ke atas bukit, hanya untuk menggelindingkannya kembali ke bawah. Dan Sisifus harus mulai mendorong batu kembali ke puncak, terus menerus, berlangsung hingga selamanya.
Kisah ini banyak dibahas dalam filsafat modern, salah satunya oleh Albert Camus dalam esainya “The Myth of Sisyphus”. Camus menggambarkan Sisifus sebagai simbol absurditas hidup manusia.
Aku sendiri pertama kali membaca legenda ini dalam buku “Supernova: Akar” karya dee atau Dewi Lestari, yang mana kisah Sisifus disinggung oleh karakter utama dalam buku ini, untuk menggambarkan hidupnya. Dia percaya, kalau dia hadir di dunia cuma untuk disiksa sampai hampir mati, lalu dikembalikan hidup lagi. Begitu terus.
![]() |
(punya dua versi, pertama beli waktu SMP sekitar 10 tahun lalu, kedua beli pas udah punya uang sendiri buat beli versi lengkapnya) |
Sedangkan kalau kamu, pecinta K-drama. Mungkin kamu juga nggak asing atau bahkan pernah menonton “Sisyphus: The Myth”, yang diperankan oleh Park Shin Hye. Barangkali series ini juga terinspirasi dari Kisah Sisifus. Tapi aku sendiri belum pernah nonton sih.
Kisah Sisifus dan Asal-usulnya
Sisifus adalah pendiri sekaligus raja pertama Ephyra (yang sekarang lebih dikenal sebagai Korintus). Ia digambarkan sebagai seseorang yang cerdas, bahkan memiliki kepintaran di atas rata-rata. Sebagai penguasa, saat itu sisifus mampu membangun kerajaannya dan membawa masyarakatnya hidup makmur. Namun meski dikenal cerdas, Sisifus ini juga merupakan sosok yang licik dan kurang bijaksana. Karena ia seringkali menyalahgunakan kekuasaannya. Salah satunya adalah melanggar hukum Xenia yang sakral (menghormati tamu). Dia bahkan tidak segan membunuh musafir atau tamu kehormatan Ephyra hanya untuk memamerkan kekuatannya.
Sisifus sendiri merupakan keturunan dari Aeolus, sang dewa angin. Sedangkan ibunya adalah Enarete (kadang disebut Enarete atau Enarea). Merupakan demigod, putri Deimachus dari Thessalia.
Pertama Kali Menipu Dewa
Diceritakan, Sisifus menyaksikan secara langsung penculikan Aegina yang dilakukan oleh Zeus, yang mengubah dirinya menjadi sendiri menjadi elang. Melihat hal itu, Sisigus langsung punya ide cemerlang, untuk memanfaatkan situasi tersebut. Dengan cara mendatangi Asopos (dewa sungai sekaligus ayah Aegina), dan mengatakan ia akan memberitahu siapa yang sudah menculik Aegina. Namun dengan imbalan mata air untuk kerajaannya yang saat itu sedang dilanda kekeringan.
Hal ini tentu membuat Zeus marah besar karena Sisifus sudah membongkar rahasiannya. Sehingga ia memerintahkan Thanatos (personifikasi kematian) untuk segera mencari Sisifus dan mengambil nyawanya.
Mengikat Thanatos
Ketika Sisifus didatangi oleh Thanatos, ia kembali mampu menipu dewa itu dengan mudah. Ia berpura-pura kagum dengan Thanatos dan penasaran dengan rantai yang dibawanya. Namun Sisifus justru berhasil menggunakan rantai itu untuk membelenggu Thanatos selama beberapa waktu.
Akibatnya tidak ada kematian di dunia. Perang berlangsung tanpa korban, manusia tidak meninggal dan perang terasa sia-sia.
Ares (dewa perang) marah karena peperangan jadi tidak ada artinya, maka ia turun tangan, membebaskan Thanatos, dan menyerahkan Sisifus ke Hades.
Melarikan Diri dari Dunia Bawah
Setelah tertangkap dan dibawa ke dunia bawah, Sisifus tidak habis akal karena kali ini ia bahkan mampu mengelabui Persephone (ratu dunia bawah). Dengan berkata bahwa Merope, istrinya tidak mengadakan ritual pemakaman dan itu membuat Sisifus sedih. Dengan licik, ia memohon izin agar bisa kembali ke dunia orang hidup untuk menegur istrinya. Persephone yang luluh dengan bujuk rayu Sisifus akhirnya mengizinkannya naik kembali.
Masalahnya, begitu sampai di dunia atas, Sisifus kabur bersama istrinya dan tidak pernah kembali lagi ke Hades. Ia hidup panjang, menikmati waktunya, sampai akhirnya benar-benar mati karena usianya habis.
Hukuman Abadi
Setelah berhasil mengelabui dewa berkali-kali, akhirnya Sisifus sudah tidak bisa menghindar. Ketika waktunya sudah tiba, ia akhirnya menerima hukuman abadi dari Zeus.
Sisifus harus mendorong batu besar ke atas bukit. Namun setiap kali hampir mencapai puncak, batu itu terguling kembali ke bawah, dan Sisifus harus mengulanginya selamanya.
Hukuman ini melambangkan:
• kesia-siaan melawan takdir,
• konsekuensi dari kesombongan manusia yang menantang dewa,
• kerja tanpa tujuan yang tidak pernah selesai.
Albert Camus Menggambarkan Sisifus sebagai Absurditas Hidup
Dalam esainya “The Myth of Sisyphus (1942)”, Camus menjadikan Sisifus lambang hidup manusia modern. Hidup itu absurd: kita berusaha keras mencari makna, tapi dunia tidak memberi jawaban pasti. Seperti Sisifus yang mendorong batu sia-sia, manusia juga terus mengulang rutinitas yang tampak tidak berarti.
Tapi Camus bilang: kuncinya adalah kesadaran. Sisifus tahu nasibnya, tapi tetap mendorong batu. Di situ ada kebebasan.
Kalimat terkenal Camus: “One must imagine Sisyphus happy”, manusia bisa menerima absurditas hidup, lalu memilih untuk terus hidup dengan sikap pemberontakan (revolt).
Eksistensialisme
• Sisifus melambangkan perjuangan individu menghadapi absurditas dan kehampaan.
• Hukuman itu menggambarkan kondisi eksistensial: manusia bebas memilih, tapi juga terjebak dalam keterbatasan dunia.
• Sisifus bisa dilihat sebagai cerminan kebebasan untuk memberi arti pada penderitaan.
Pandangan Moral Yunani Kuno
• Bagi orang Yunani, Sisifus contoh hubris (kesombongan melawan dewa). Hukuman abadi adalah pelajaran bahwa manusia tidak boleh melampaui batas.
• Simbol konsekuensi dosa: kelicikan, keserakahan, dan menipu dewa akan berakhir dengan penderitaan tak berujung.
Psikologi dan Modernitas
• Bisa ditafsirkan sebagai simbol rutinitas kerja modern: bangun, kerja, tidur, ulang lagi tanpa akhir.
• Dalam psikologi eksistensial, ia dipakai untuk membicarakan burnout, makna hidup, dan siklus penderitaan yang tetap harus dijalani.
Jadi tergantung perspektifnya:
Bagi Yunani kuno kisah ini merupakan pelajaran moral.
Bagi Camus, Sisifus adalah simbol absurditas dan pemberontakan.
Dan bagi kita sekarang, mitologi ini menjadi metafora hidup sehari-hari yang penuh kerja berulang dan pertanyaan tentang makna.
Itu pula yang aku rasakan sekarang. Menjalani hidup setiap hari, berulang dan hampir selalu sama. Membosankan. Tapi harus dilakukan. Sesederhana, malas cuma buat makan karena pasti ya, gitu gitu doang. Sampai aku pernah berpikir… coba di dunia ini ada teknologi pil makanan. Jadi cukup ambil satu pil, diemut dan kenyang seharian.
Jadi apa yang bisa kamu ambil dari kisah Sisifus ini? Coba kasih tahu aku dan diskusi bareng-bareng.
0 comments:
Post a Comment
Apa pendapatmu tentang artikel di atas? Jangan lupa tinggalkan jejak!